SAYA memasuki sebuah kedai kopi kecil bersama seorang teman dan
memesan kopi. Ketika kami sedang menuju ke meja ada dua orang yang datang
kemudian mereka pergi ke counter: ‘kami pesan lima kopi, dua untuk kami dan
tiganya “ditangguhkan (suspended)”. Mereka membayar pesanan mereka, mengambil
hanya dua gelas saja kemudian pergi.
Saya bertanya kepada teman saya: “Apa itu ‘ kopi ditangguhkan
(suspended coffees)’?”
Teman saya berkata: “Tunggu dan kamu akan lihat.”
Beberapa orang lagi masuk. Dua gadis memesan masing-masing satu
kopi, membayar dan pergi. Pesanan berikutnya adalah tujuh kopi yang dipesan
oleh tiga orang pengacara – tiga untuk mereka dan empat ‘ditangguhkan’.
Terus terang saya masih bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan
transaksi -kopi ditangguhkan- tadi. Sementara saya menikmati cuaca cerah dan
pemandangan yang indah ke arah alun-alun di depan kafe, tiba-tiba seorang pria
berpakaian lusuh yang tampak seperti seorang pengemis masuk melalui pintu dan
bertanya dengan sopan kepada pelayan “apakah Anda memiliki ‘kopi ditangguhkan’?
“.
Ini sederhana – seseorang membayar di muka pesanan kopinya
kemudian diniatkan untuk membantu orang yang tidak mampu membeli minuman
hangat. Tradisi kopi ditangguhkan ini dimulai di Naples, dan sekarang telah
menyebar ke seluruh dunia bahkan di beberapa tempat Anda dapat memesan tidak
hanya kopi ditangguhkan, tetapi juga sandwich atau makanan.
Alangkah indahnya, bila pemilik kedai kopi atau toko di setiap
kota melakukan hal ini sehingga mereka yang kurang beruntung dapat menemukan
harapan dan dukungan. Jika Anda adalah pemilik bisnis coba tawarkan hal ini
kepada konsumen Anda. Kami yakin banyak diantara mereka yang mendukung dan
menyukainya.
Rasulullah SAW bersabda : “Berilah makan yang lapar, kunjungi
yang sakit dan bebaskanlah budak” (HR. Bukhori).
Dosen: "Saya bingung. Banyak Umat Islam di seluruh dunia
lebay. Kenapa harus protes dan demo besar-besaran cuma
karena tentara amerika menginjak, meludahi dan mengencingi
Al-Quran? Wong yang dibakar kan cuma kertas, cuma media
tempat Quran ditulis saja kok. Yang Qurannya kan ada di Lauh
Mahfuzh. Dasar ndeso. Saya kira banyak muslim yang mesti dicerdaskan."
Meskipun pongah, namun banyak mahasiswa yang setuju
dengan pendapat dosen liberal ini.
Memang Quran kan
hakikatnya ada di Lauh Mahfuz.
Tak lama sebuah langkah kaki memecah kesunyian kelas.
Sang mahasiswa kreatif mendekati dosen kemudian
mengambil diktat kuliah si dosen, dan membaca sedikit
sambil sesekali menatap tajam si dosen.
Kelas makin hening, para mahasiswa tidak tahu apa yang
akan terjadi selanjutnya.
Mahasiswa: "Wah, saya sangat terkesan dengan hasil analisa
bapak yg ada disini."ujarnya sambil membolak balik halaman diktat tersebut.
"Hhuuhhh...."se mua orang di kelas itu lega karena mengira ada yang tidak beres.
Namun Tiba-tiba sang mahasiswa meludahi, menghempaskan
dan kemudian menginjak-injak diktat dosen tersebut.
Kelas menjadi heboh. Semua orang kaget, tak terkecuali si
dosen liberal.
Dosen:"kamu?! Berani melecehkan saya?! Kamu tahu apa
yang kamu lakukan?! Kamu menghina karya ilmiah hasil
pemikiran saya?! Lancang kamu ya?!" Si dosen melayangkan tangannya ke arah kepala sang
mahasiswa kreatif, namun ia dengan cekatan menangkis dan
menangkap tangan si dosen.
Mahasiswa:
"Marah ya pak? Saya kan cuma nginjak kertas pak. Ilmu dan pikiran yang
bapak punya kan ada di kepala bapak. Ngapain bapak marah kalau yang saya
injak cuma
media kok. Wong yang saya injak bukan kepala bapak.
Kayaknya bapak yang perlu dicerdaskan ya??"
Dosen: "#%&/&%@%&*/ (#@@##???.." (speechless)
Si dosen merapikan pakaiannya dan segera meninggalkan
kelas dengan perasaan malu yang amat sangat..
Sumber: maillist Masjid AsSalam